Archive for Desember 18, 2009

TEKNIK INDUSTRI

Selamat datang di Teknik Industri

Teknik Industri adalah cabang dari ilmu teknik yang
berhubungan dengan pengembangan, perbaikan,
implementasi dan evaluasi dari sistem integral dari manusia,
uang, pengetahuan, informasi, peralatan, energy, material dan
proses.  Teknik industry berasal dari prinsip dan metode
teknik analisis dan sintesis, matematika, fisika, dan ilmu-ilmu
sosial untuk menetapkan, meramalkan, dan mengevaluasi
hasil yang diamati dari suatu sistem. Dalam sistem
manufaktur sederhana, ahli teknik industry (industrial
engineer) bekerja untuk meniadakan waktu, uang, material,
energi, dan sumber-sumber lain yang terbuang.

Sejarah Teknik Industri di Indonesia

Sejarah Teknik Industri di Indonesia di awali dari kampus
Institut Teknologi Bandung. Sejarah pendirian pendidikan
Teknik Industri di ITB tidak terlepas dari kondisi praktek
sarjana mesin pada tahun lima-puluhan. Pada waktu itu,
profesi sarjana Teknik mesin merupakan kelanjutan dari
profesi pada jaman Belanda, yaitu terbatas pada pekerjaan
pengoperasian dan perawatan mesin atau fasilitas produksi.
Barang-barang modal itu sepenuhnya diimpor, karena di
Indonesia belum terdapat pabrik mesin.

Di Universitas Indonesia (www.ui.edu) , keilmun Teknik
Industri telah dikenalkan pada awal tahun tujuh puluhan, dan
merupakan sub bagian dari keilmuan Teknik Mesin.
Kalau pada masa itu, dijumpai bengkel-bengkel tergolong
besar yang mengerjakan pekerjaan perancangan konstruksi
baja seperti yang antara lain terdapat di kota Pasuruan dan
Klaten, pekerjaan itu pun masih merupakan bagian dari
kegiatan perawatan untuk mesin-mesin pabrik gula dan pabrik
pengolahan hasil perkebunan yang terdapat di Jawa Timur dan
Jawa Tengah. Dengan demikian kegiatan perancangan yang
dilakukan oleh para sarjana Teknik Mesin pada waktu itu
masih sangat terbatas pada perancangan dan pembuatan
suku-suku cadang yang sederhana berdasarkan contoh-contoh
barang yang ada. Peran yang serupa bagi sarjana Teknik
Mesin juga terjadi di pabrik semen dan di bengkel-bengkel
perkereta-apian.

Pada saat itu, dalam menjalankan profesi sebagai sarjana
Teknik Mesin dengan tugas pengoperasian mesin dan fasilitas
produksi, tantangan utama yang mereka hadapi ialah
bagaimana agar pengoperasian itu dapat diselenggarakan
dengan lancar dan ekonomis. Jadi fokus pekerjaan sarjana
Teknik Mesin pada saat itu ialah pengaturan pembebanan
pada mesin-mesin agar kegiatan produksi menjadi ekonomis,
dan perawatan (maintenance) untuk menjaga kondisi mesin
supaya senantiasa siap pakai.

Pada masa itu, seorang kepala pabrik yang umumnya
berlatar-belakang pendidikan mesin, sangat ketat dan disiplin
dalam pengawasan terhadap kondisi mesin. Di pagi hari
sebelum pabrik mulai beroperasi, ia keliling pabrik memeriksa
mesin-mesin untuk menyakini apakah alat-alat produksi dalam
keadaan siap pakai untuk dibebani suatu pekerjaan.
Pengalaman ini menunjukan bahwa pengetahuan dan
kemampuan perancangan yang dipunyai oleh seorang sarjana
Teknik Mesin tidak banyak termanfaatkan, tetapi mereka
justru memerlukan bekal pengetahuan manajemen untuk lebih
mampu dan lebih siap dalam pengelolaan suatu pabrik dan
bengkel-bengkel besar.

Sekitar tahun 1955, pengalaman semacam itu disadari benar
keperluannya, sehingga sampai pada gagasan perlunya
perkuliahan tambahan bagi para mahasiswa Teknik Mesin
dalam bidang pengelolaan pabrik.

Pada tahun yang sama, orang-orang Belanda meninggalkan
Indonesia karena terjadi krisis hubungan antara
Indonesia-Belanda, sebagai akibatnya, banyak pabrik yang
semula dikelola oleh para administratur Belanda, mendadak
menjadi vakum dari keadministrasian yang baik. Pengalaman
ini menjadi dorongan yang semakin kuat untuk terus
memikirkan gagasan pendidikan alternatif bidang keahlian di
dalam pendidikan Teknik Mesin.

Pada awal tahun 1958, mulai diperkenalkan beberapa mata
kuliah baru di Departemen Teknik Mesin, diantaranya : Ilmu
Perusahaan, Statistik, Teknik Produksi, Tata Hitung Ongkos
dan Ekonomi Teknik. Sejak itu dimulailah babak baru dalam
pendidikan Teknik Mesin di ITB, mata kuliah yang bersifat
pilihan itu mulai digemari oleh mahasiswa Teknik Mesin dan
juga Teknik Kimia dan Tambang.

Sementara itu pada sekitar tahun 1963-1964 Bagian Teknik
Mesin telah mulai menghasilkan sebagian sarjananya yang
berkualifikasi pengetahuan manajemen produksi/teknik
produksi. Bidang Teknik Produksi semakin berkembang
dengan bertambahnya jenis mata kuliah. Mata kuliah seperti :
Teknik Tata Cara, Pengukuran Dimensional, Mesin Perkakas,
Pengujian Tak Merusak, Perkakas Pembantu dan Keselamatan
Kerja cukup memperkaya pengetahuan mahasiswa Teknik
Produksi.

Pada tahun 1966 – 1967, perkuliahan di Teknik Produksi
semakin berkembang. Mata kuliah yang berbasis teknik
industri mulai banyak diperkenalkan. Sistem
man-machine-material tidak lagi hanya didasarkan pada
lingkup wawasan manufaktur saja, tetapi pada lingkup yang
lebih luas yaitu perusahaan dan lingkungan. Dalam pada itu, di
Departemen ini mulai diajarkan mata kuliah : Manajemen
Personalia, Administrasi Perusahaan, Statistik Industri,
Perancangan Tata Letak Pabrik, Studi Kelayakan, Penyelidikan
Operasional, Pengendalian Persediaan Kualitas Statistik dan
Programa Linier. Sehingga pada tahun 1967, nama Teknik
Produksi secara resmi berubah menjadi Teknik Industri dan
masih tetap bernaung di bawah Bagian Teknik Mesin ITB.
Pada tahun 1968 – 1971, dimulailah upanya untuk membangun
Departemen Teknik Industri yang mandiri. Upaya itu terwujud
pada tanggal 1 Januari 1971.

Awal mula komputer

Awal mula komputer yang sebenarnya dibentuk oleh seoarng profesor matematika Inggris, Charles Babbage (1791-1871). Tahun 1812, Babbage memperhatikan kesesuaian alam antara mesin mekanik dan matematika:mesin mekanik sangat baik dalam mengerjakan tugas yang sama berulangkali tanpa kesalahan; sedang matematika membutuhkan repetisi sederhana dari suatu langkah-langkah tertentu. Masalah tersebut kemudain berkembang hingga menempatkan mesin mekanik sebagai alat untuk menjawab kebutuhan mekanik. Usaha Babbage yang pertama untuk menjawab masalah ini muncul pada tahun 1822 ketika ia mengusulkan suatu mesin untuk melakukan perhitungan persamaan differensil. Mesin tersebut dinamakan Mesin Differensial. Dengan menggunakan tenaga uap, mesin tersebut dapat menyimpan program dan dapat melakukan kalkulasi serta mencetak hasilnya secara otomatis. Setelah bekerja dengan Mesin Differensial selama sepuluh tahun, Babbage tiba-tiba terinspirasi untuk memulai membuat komputer general-purpose yang pertama, yang disebut Analytical Engine. Asisten Babbage, Augusta Ada King (1815-1842) memiliki peran penting dalam pembuatan mesin ini. Ia membantu merevisi rencana, mencari pendanaan dari pemerintah Inggris, dan mengkomunikasikan spesifikasi Anlytical Engine kepada publik. Selain itu, pemahaman Augusta yang baik tentang mesin ini memungkinkannya membuat instruksi untuk dimasukkan ke dlam mesin dan juga membuatnya menjadi programmer wanita yang pertama. Pada tahun 1980, Departemen Pertahanan Amerika Serikat menamakan sebuah bahasa pemrograman dengan nama ADA sebagai penghormatan kepadanya.

Mesin uap Babbage, walaupun tidak pernah selesai dikerjakan, tampak sangat primitif apabila dibandingkan dengan standar masa kini. Bagaimanapun juga, alat tersebut menggambarkan elemen dasar dari sebuah komputer modern dan juga mengungkapkan sebuah konsep penting. Terdiri dari sekitar 50.000 komponen, desain dasar dari Analytical Engine menggunakan kartu-kartu perforasi (berlubang-lubang) yang berisi instruksi operasi bagi mesin tersebut. Pada 1889, Herman Hollerith (1860 1929) juga menerapkan prinsip kartu perforasi untuk melakukan penghitungan. Tugas pertamanya adalah menemukan cara yang lebih cepat untuk melakukan perhitungan bagi Biro Sensus Amerika Serikat. Sensus sebelumnya yang dilakukan di tahun 1880 membutuhkan waktu tujuh tahun untuk menyelesaikan perhitungan. Dengan berkembangnya populasi, Biro tersebut memperkirakan bahwa dibutuhkan waktu sepuluh tahun untuk menyelesaikan perhitungan sensus.

Hollerith menggunakan kartu perforasi untuk memasukkan data sensus yang kemudian diolah oleh alat tersebut secara mekanik. Sebuah kartu dapat menyimpan hingga 80 variabel. Dengan menggunakan alat tersebut, hasil sensus dapat diselesaikan dalam waktu enam minggu. Selain memiliki keuntungan dalam bidang kecepatan, kartu tersebut berfungsi sebagai media penyimpan data. Tingkat kesalahan perhitungan juga dapat ditekan secara drastis. Hollerith kemudian mengembangkan alat tersebut dan menjualnya ke masyarakat luas. Ia mendirikan Tabulating Machine Company pada tahun 1896 yang kemudian menjadi International Business Machine (1924) setelah mengalami beberapa kali merger. Perusahaan lain seperti Remington Rand and Burroghs juga memproduksi alat pembac kartu perforasi untuk usaha bisnis. Kartu perforasi digunakan oleh kalangan bisnis dn pemerintahan untuk permrosesan data hingga tahun 1960.

Pada masa berikutnya, beberapa insinyur membuat p enemuan baru lainnya. Vannevar Bush (1890- 1974) membuat sebuah kalkulator untuk menyelesaikan persamaan differensial di tahun 1931. Mesin tersebut dapat menyelesaikan persamaan differensial kompleks yang selama ini dianggap rumit oleh kalangan akademisi. Mesin tersebut sangat besar dan berat karena ratusan gerigi dan poros yang dibutuhkan untuk melakukan perhitungan. Pada tahun 1903, John V. Atanasoff dan Clifford Berry mencoba membuat komputer elektrik yang menerapkan aljabar Boolean pada sirkuit elektrik. Pendekatan ini didasarkan pada hasil kerja George Boole (1815-1864) berupa sistem biner aljabar, yang menyatakan bahwa setiap persamaan matematik dapat dinyatakan sebagai benar atau salah. Dengan mengaplikasikan kondisi benar-salah ke dalam sirkuit listrik dalam bentuk terhubung-terputus, Atanasoff dan Berry membuat komputer elektrik pertama di tahun 1940. Namun proyek mereka terhenti karena kehilangan sumber pendanaan.

Sumber:http://wss-id.org